TUGAS
ILMU BUDAYA DASAR
SUKU
NIAS
SUMATERA UTARA
SUMATERA UTARA
DISUSUN OLEH :
ALDI GINANJAR ARDIANSAH
ALDI GINANJAR ARDIANSAH
UNIVERSITAS
GUNADARMA
ATA
2014-2015
Bab
1
1.1
Pendahuluan
Nias terletak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Provinsi
Sumatera Utara). Nias merupakan daerah kepulauan yang memiliki pulau-pulau
kecil sebanyak 27 buah. Banyaknya pulau-pulau kecil yang dihuni oleh penduduk
adalah sebanyak 11 buah, dan yang tidak dihuni ada sebanyak 16 buah.Luas Pulau
Nias adalah sebesar 3.495,40 km2 (4,88 % dari luas wilayah Provinsi
Sumatera Utara), sejajar dan berada di sebelah barat Pulau Sumatera serta
dikeliling oleh Samudera Hindia. Pulau ini terbagi atas empat kabupaten dan
satu kota, Terdiri atas kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat
dan kotamadya Gunungsitoli.
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau
Nias. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka
"Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias
sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah). Suku Nias merupakan suku yang
menempati Pulau Nias, Sumatera, Indonesia. Suku
Nias merupakan suku yang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam dan unik.
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan
adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi
kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup
dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada
batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang.
Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta(12 tingkatan
Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk
mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan
mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama
berhari-hari.
Pada
jaman dahulu masyarakat Suku Nias mengenal 4 lapisan, yaitu :
1.
Siulu (bangsawan)
Lapisan Siulu dibedakan menjadi 2,
yaitu balo ziulu (yang memerintah) dan siulu (bangsawan kebanyakan).
2.
Ere (pemuka agama palebegu)
Ono
mbanua juga dibagi menjadi 2, yaitu siila (cerdik pandai dan pemuka rakyat) dan
sato (rakyat kebanyakan).
3.
Ono mbanus (rakyat jelata)
4.
Sawuyu (budak)
Sawuyu
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu binu (budak karena kalah perang/diculik),
sondrara hare (budak karena tak dapat membayar hutang) dan holito (budak karena
ditebus orang setelah dijatuhi hukuman mati).
Gambar 1 : Peta
Pulau Nias
Bab
2
2.1 Sejarah
/ Asal-usul
2.1.1 Asal
– usul kehidupan suku Nias
Menurut
masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon
kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat
yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas
mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja
Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a
karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi
orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.
Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 Penelitian ini menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau kata Prof. Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional dan LIPI Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang disebut Vietnam.Penelitian genetika terbaru menemukan, masyarakat Nias, Sumatera Utara, berasal dari rumpun bangsa Austronesia. Nenek moyang orang Nias diperkirakan datang dari Taiwan melalui jalur Filipina 4.000-5.000 tahun lalu.
Gambar 2 : Keluarga
Suku Nias
2.2 Filosofi
dari Suku Nias
Dalam budaya Ono Niha (Nias) terdapat
cita-cita atau tujuan rohani hidup bersama yang termakna dalam salam “Ya’ahowu”
(dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia “semoga diberkati”). Dari arti
Ya’ahowu tersebut terkandung makna: memperhatikan kebahagiaan orang lain dan
diharapkan diberkati oleh Yang Lebih Kuasa. Dengan kata lain Ya’ahowu
menampilkan sikap-sikap: perhatian, tanggungjawab, rasa hormat, dan
pengetahuan. Jika seseorang bersikap demikian, berarti orang tersebut
memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan orang lain : tidak hanya menonton,
tanggap, dan bertanggungjawab akan kebutuhan orang lain (yang diucapkan :
Selamat – Ya’ahowu), termasuk yang tidak terungkap, serta menghormatinya
sebagai sesama manusia sebagaimana adanya. Jadi makna yang terkandung dalam
“Ya’ahowu” tidak lain adalah persaudaraan (dalam damai) yang sungguh dibutuhkan
sebagai wahana kebersamaan dalam pembangunan untuk pengembangan hidup bersama.
Rumah adat di Nias tidak memiliki jendela.
Sekelilingnya hanya diberi teralis kayu tanpa dinding sehingga setiap orang di
luar rumah dapat mengetahui siapa yang berada di dalamnya. Desain ini
menandakan orang Nias bersikap terbuka, jadi siapapun di desa dapat mengetahui
acara-acara di dalam rumah, terutama yang berkaitan dengan adat dan masalah
masyarakat setempat. Pemilik rumah bersama ketua adat duduk di bangku memanjang
di atas lantai yang lebih tinggi disebut sanuhe sambil bersandar ke kayu-kayu
teralis, sedangkan yang lainnya duduk di lantai lebih rendah atau disebut
sanari.
Bab
3
3.1 Tradisi
Kehidupan Suku Tradisional Nias
Dulu
Suku Nias sering berperang antarkampung. Biasanya pemicu perang adalah
perebutan lahan atau bahkan merebut kampung orang lain. Akhirnya untuk mempertahankan kekuasaan dan
kampungnya dari serangan penduduk kampung lain, setiap Si’ulu berinisiatif mengumpulkan
pemuda desa untuk dilatih perperang. Ada banyak tradisi suku tradisional nias
diantaranya yang terkenal adalah adalah Fahombo (Lompat
Batu) dan Fataele/Faluaya(Tari
Perang). Fahombo, Hombo
Batu atau dalam bahasa Indonesia "Lompat Batu" adalah olahraga
tradisional Suku Nias.
3.1.1 Lompat Batu (Fahombo)
Olah
raga yang sebelumnya merupakan ritual pendewasaan Suku Nias ini banyak
dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisata
tradisional unik yang teraneh hingga ke seluruh dunia.Mereka harus melompati
susunan bangunan batu
. Di masa lampau, pemuda Nias akan mencoba
untuk melompati batu dan jika mereka berhasil mereka akaan menjadi lelaki
dewasa dan dapat bergabung sebagai prajurit untuk berperang dan menikah. Sejak
usia 10 tahun, anak lelaki di Pulau Nias akan bersiap untuk melakukan giliran
"fahombo" mereka. Sebagai ritual, fahombo dianggap sangat
serius dalam adat Nias.
Anak lelaki akan melompati batu tersebut untuk mendapat status kedewasaan
mereka, dengan mengenakan busana pejuang Nias, menandakan bahwa mereka telah
siap bertempur dan memikul tanggung jawab laki-laki dewasa.
Batu yang harus dilompati
dalam fahombo berbentuk seperti sebuah monumen piramida dengan
permukaan atas datar. Tingginya tidak kurang dari 2 meter, dengan lebar 90 cm,
dan panjang 60 cm. Pelompat tidak hanya harus melompati tumpukan batu tersebut,
tapi ia juga harus memiliki teknik untuk mendarat, karena jika dia mendarat
dengan posisi yang salah, dapat menyebabkan cedera otot atau patah tulang.
Di masa lampau, di atas papan batu bahkan ditutupi dengan paku dan bambu runcing,
yang menunjukkan betapa seriusnya ritual ini di mata Suku Nias. Secara taktis
dalam peperangan, tradisi fahombo ini juga berarti melatih prajurit
muda untuk tangkas dan gesit dalam melompati dinding pertahanan musuh mereka,
dengan obor di
satu tangan dan pedang di
malam hari. Jadi secara tidak langsung tradisi Lompat Batu ini terlahir dari
konflik perang yang terjadi antar kampung.
Gambar 3 : Lompat Batu (Fahombo)
3.1.2 Tari Perang (Fataelae/Faluaya)
Tari Perang (Fataelae/Faluaya) lahir berbarengan dengan tradisi Homo Batu , dalam menarikan tarian ini, penari mengenakan pakaian warna warni terdiri dari warna hitam, kuning dan merah, dilengkapi dengan mahkota di kepala. Layaknya kesatria dalam peperangan penari juga membawa Tameng, pedang dan tombak sebagai alat pertahanan dari serangan musuh. Tameng yang digunakan terbuat dari kayu bebentuk seperti daun pisang berada di tangan kiri yang berfungsi untuk menangkis serangan musuh. Sedangkan pedang atau tombak berada di tangan kanan berfungsi untuk melawan serangan musuh. Kedua senjata ini merupakan senjata utama yang digunakan kesatria nias untuk berperang.
Ketika dipertunjukkan prosesi tarian ini dipimpin seorang komando layakya prosesi dalam perang yang dipimpin oleh seorang panglima. Kemudian dia akan mengomando penari untuk membentuk formasi berjajar panjang yang terdiri dari empat jajar. Posisi komando berada di depan menghadap kearah penari. Tarian kemudian dimulai dengan gerakan kaki maju mudur sambil dihentakkan ke tanah dan menerikkan kata-kata pembangkit semangat. Makna gerakan ini adalah kesiapan pasukan untuk maju ke medan perang dengan penuh semangat kepahlawanan. Kemudian diikuti dengan formasi melingkar yang bertujuan untuk mengepung musuh, setelah musuh terkepung para kesatria akan dengan mudah untuk melumpuhkan mereka.
Gambar 4 : Tari Perang (Fataelae/Faluaya)
3.2
Hubungan
Sejarah dengan Filosofi Hidup Suku Tradisional Nias
masyarakat Nias pada umumnya
memiliki kesadaran akan adanya perubahan- perubahan dalam kehidupan baik
itu menyangkut lingkungan alam, norma dan nilai sehinggadiperlukan
seperangkat hukum yang juga adaktif. Konsep ini dimungkinkan berakar
dari pemahaman strategi adaptasi yang dimiliki pada masa Mesolitik.
Keberadaan hukum yangdisertai dengan sangsi merupakan bentuk hukum yang cukup lengkap. Keberadaan organisasisosial yang berfungsi dalam kaitannya dengan pemerintahan dan adat sangat menunjang keberlangsungan sebuah masyarakat yang teratur. Keberadan konsep tersebut dalam konteks pembabakan budaya Neolitik merupakan sesuatu yang sangat luar biasa.
Keberadaan hukum yangdisertai dengan sangsi merupakan bentuk hukum yang cukup lengkap. Keberadaan organisasisosial yang berfungsi dalam kaitannya dengan pemerintahan dan adat sangat menunjang keberlangsungan sebuah masyarakat yang teratur. Keberadan konsep tersebut dalam konteks pembabakan budaya Neolitik merupakan sesuatu yang sangat luar biasa.
Kelebihan tersebut semakin mantap dengan adanya upaya untuk selalu memperbaharui hukum tersebut.Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat Nias sudah sejak lama tertata dalam hukumsehingga sudah sangat teratur hidupnya.Kesadaran akan potensi lingkungan yang berbeda dengan harapannya tidak menyurutkanuntuk tetap berkarya dan meneruskan budayanya, seperti halnya ketiadaan logam yangdisikapi dengan bahan kayu pada fo’ere sebagai sarana prosesi religi merupakan aspek kearifan yang juga sangat penting untuk disebarluaskan.Berbagai kearifan yang ada pada masyarakat Nias merupakan modal sosial yang sangat penting untuk ditanamkan pada seluruh masyarakat terutama pada generasi muda. Kearifanyang diungkapkan tersebut di atas merupakan hasil dari adaptasi masyarakat Nias terhadaplingkungan, manusia dan kebudayaan, sehingga dapat dikatakan bahwa karakter darimasyarakat Nias adalah adaptif. Karakter yang adaptif tersebut juga merupakan bentuk jatidiri masyarakat Nias. beberapa kearifan tersebut sangat mungkin dapat disebarluaskan pada masyarakat umum (di luar masyarakat Nias) mengingat memiliki nilai-nilai yang bersifat universal..
Bab
4
4.1 Kesimpulan
Suku Nias merupakan suku asli Indonesia yang sudah ada sejak jaman paleolitik. Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 Penelitian ini menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias . bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau . Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Nias sudah ada sejak dahulu kala, bahkan sebelum indonesia di jajajh oleh belanda. Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha" (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö = tanah). Suku Nias merupakan suku yang menempati Pulau Nias, Sumatera, Indonesia. Suku Nias merupakan suku yang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam dan unik.
Dalam budaya Ono Niha (Nias) terdapat cita-cita atau tujuan rohani hidup bersama. Rumah adat di Nias tidak memiliki jendela. Sekelilingnya hanya diberi teralis kayu tanpa dinding sehingga setiap orang di luar rumah dapat mengetahui siapa yang berada di dalamnya. Hal ini menandakan masyarakat suku Nias bersikap terbuka.
Suku Nias juga memiliki banyak tradisi unik yang hanya bisa di lakukan oleh masyarakt Nias tertentu.
contohnya adalah tradisi Fahombo (lompat Batu) yang hanya bisa dilakukan oleh pemuda Nias yang telah dewasa.
Kesimpulan utamanya adalah Indonesia memiliki banyak keanekragaman suku contohnya adalah Suku Nias. Perbedaan ras termasuk ke dalam diferensasi sosial, sehingga tidak ada ras yang lebih tinggi kedudukannya di suatu tempat. Jadi, sudah sebaiknya tidak terjadi konflik sosial
http://alvianhia.blogspot.in/2012_06_01_archive.html
Dalam budaya Ono Niha (Nias) terdapat cita-cita atau tujuan rohani hidup bersama. Rumah adat di Nias tidak memiliki jendela. Sekelilingnya hanya diberi teralis kayu tanpa dinding sehingga setiap orang di luar rumah dapat mengetahui siapa yang berada di dalamnya. Hal ini menandakan masyarakat suku Nias bersikap terbuka.
Suku Nias juga memiliki banyak tradisi unik yang hanya bisa di lakukan oleh masyarakt Nias tertentu.
contohnya adalah tradisi Fahombo (lompat Batu) yang hanya bisa dilakukan oleh pemuda Nias yang telah dewasa.
Kesimpulan utamanya adalah Indonesia memiliki banyak keanekragaman suku contohnya adalah Suku Nias. Perbedaan ras termasuk ke dalam diferensasi sosial, sehingga tidak ada ras yang lebih tinggi kedudukannya di suatu tempat. Jadi, sudah sebaiknya tidak terjadi konflik sosial
DAFTAR
PUSTAKA
http://alvianhia.blogspot.in/2012_06_01_archive.html
(06/03/2015
(10.35))
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Nias#Budaya_Nias
(12/03/2015 (20. 04))
(12/03/2015 (20. 04))
http://indonesia.travel/id/destination/730/pulau-Nias/article/210/tari-fataele-tari-perang-khas-Nias-selatan
(12/03/2015 (20.27))
(12/03/2015 (20.27))
https://www.academia.edu/3169575/karakter_masyarakat_Nias
(12/03/2015(20.52))
(12/03/2015(20.52))
http://www.wacananusantara.org/Nias-nilai-nilai-sosial-serta-budayanya/
(12/03/2015(21.03))
(12/03/2015(21.03))
http://suarman-warasi.blogspot.com/2013/03/asal-usul-budaya-khas-marga-suku-Nias.html
(02/04/2015(23.24))
(02/04/2015(23.24))
http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2013/11/mata-pencaharian-kekerabatan-dan.html
(02/04/2015(23.38))
(02/04/2015(23.38))
http://blogsisiunik.blogspot.com/2013/05/makalah-suku-Nias.html
(02/04/2015(23.46))
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Nias
(02/04/2015(00.17))
https://m.facebook.com/notes/eka-periaman-zai-sh/makalah-budaya-Nias/497279146982412/
(02/04/2015(00.24))http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2013/11/mata-pencaharian-kekerabatan-dan.html
(02/04/2015(00.38))
(02/04/2015(23.46))
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Nias
(02/04/2015(00.17))
https://m.facebook.com/notes/eka-periaman-zai-sh/makalah-budaya-Nias/497279146982412/
(02/04/2015(00.24))http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2013/11/mata-pencaharian-kekerabatan-dan.html
(02/04/2015(00.38))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar